Sistem Pertahanan Negara adalah sistem pertahanan yang bersifat
semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional
lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan
secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan
negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
• Untuk konteks Indonesia, upaya untuk mengembangkan sistem
pertahanan negara harus memperhatikan faktor geostrategis negara baik ke dalam
dan ke luar. Faktor geostrategis ke dalam mengarahkan pembuat kebijakan
pertahanan untuk menciptakan sistem pertahanan yang kredibel yang didasarkan
atas konsep unified approach dan suatu strategi komprehensif yang mencakup
seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Faktor geostrategis ke luar mengharuskan
pembuat kebijakan pertahanan untuk mengembangkan kemampuan penangkal yang kuat,
paling tidak melalui pengembangan kemampuan diplomasi, pengintaian dan sistem
peringatan dini.
• Sistem pertahanan negara harus dapat secara optimal digelar
dalam berbagai bentuk operasi militer untuk memenangkan perang. Strategi
pertahanan Indonesia mengenal tiga jenis perang: perang umum, perang terbatas,
dan perang revolusioner.
• Perang umum dirumuskan sebagai agresi terbuka pihak musuh dengan
menggunakan kekuatan bersenjata untuk menduduki sebagian atau seluruh wilayah
nasional Indonesia. Perang terbatas adalah serangan terbatas negara asing
terhadap suatu bagian tertentu dari wilayah nasional dengan menggunakan
kekuatan militer terbatas dan tujuan terbatas. Perang revolusioner dianggap
sebagai bentuk ancaman yang dikembagkan secara konsepsional oleh pihak yang
bermusuhan dengan tujuan untuk mengubah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD
45 menjadi negara yang berdasarkan konstelasi ideologi lain dengan menggunakan
subversi, teror dan pengacauan yang bisa menjadi pemberontakan menggulingkan
pemerintahan yang sah.
Hakikat
Hakikat pertahanan negara adalah segala
upaya pertahanan bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada
kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan
sendiri.
Pertahanan negara
dilakukan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan
negara. Pertahanan nasional merupakan kekuatan bersama (sipil dan militer) diselenggarakan
oleh suatu Negara untuk menjamin integritas wilayahnya, perlindungan dari orang
dan/atau menjaga kepentingan-kepentingannya. Pertahanan nasional dikelola oleh
Kementerian Pertahanan. Angkatan bersenjata disebut sebagai kekuatan pertahanan
dan, di beberapa negara (misalnya Jepang), Angkatan Bela Diri. Dalam bahasa militer, pertahanan adalah cara-cara untuk menjamin
perlindungan dari satu unit yang sensitif dan jika sumber daya ini jelas,
misalnya tentang cara-cara membela diri sesuai dengan spesialisasi mereka, pertahanan udara (sebelumnya pertahanan terhadap pesawat: DCA), pertahanan
rudal, dll. Tindakan, taktik, operasi atau strategi
pertahanan adalah untuk menentang/membalas serangan.
Jenis pertahanan
- Pertahanan militer untuk menghadapi ancaman militer, dan
- Pertahanan nonmiliter/nirmiliter untuk menghadapi ancaman nonmiliter/nirmiliter.
KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA
Di Indonesia, sistem pertahanan
negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai "komponen utama" dengan didukung
oleh "komponen cadangan" dan "komponen pendukung". Sistem
Pertahanan Negara dalam menghadapi Ancaman Nonmiliter menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan
sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi
dengan didukung oleh unsur unsur lain dari kekuatan bangsa.
Komponen utama : "Komponen utama" adalah Tentara Nasional Indonesia , yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas
pertahanan.
Komponen cadangan :
"Komponen cadangan" adalah "sumber daya nasional" yang
telah disiapkan untuk dikerahkan melalui Mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan
komponen utama.
Komponen pendukung : "Komponen pendukung" adalah "sumber daya nasional" yang
dapat digunakan untuk meningkatkankekuatan dan kemampuan komponen utama dan
komponen cadangan. Komponen pendukung tidak membentuk kekuatan nyata untuk
perlawanan fisik. "Sumber daya nasional" terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya
buatan. Sumber daya nasional yang dapat Dimobilisasi dan didemobilisasi terdiri dariSumber
Daya Alam ,Sumber Daya Buatan , serta sarana dan prasarana nasional yang mencakup berbagai cadangan
materiil strategis, faktor geografi dan lingkungan, sarana dan prasarana di darat, di perairan maupun di
udara dengan segenap unsur perlengkapannya dengan atau tanpa modifikasi.
Komponen pendukung terdiri dari 5
segmen :
Para militer
Para militer
- Polisi (Brimob) - (lihat pula Polri)
- Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
- Perlindungan masyarakat(Linmas) lebih dikenal dengan sebutan pertahanan sipil (Hansip)
- Satuan pengamanan (Satpam)
- Resimen Mahasiswa (Menwa)
- Organisasi kepemudaan
- Organisasi bela diri
- Satuan tugas (Satgas) partai
-Memiliki Tentara Nasional yang berskill tinggi
-Memiliki Komponen Pendukung terutama sumber daya
manusia yang banyak
Kekurangan
-Dukungan Alutsista masih kurang
Operasi Gabungan TNI Saat ini Departemen Pertahanan
tengah menetapkan kebijakan pembangunan kekuatan. Dengan memfokuskan
pengembangan dan pembangunan kekuatan pada TNI AL dan TNI AU serta melaksanakan
pemantapan kemampuan TNI AD, setidaknya arah pembangunan kekuatan militer
nantinya akan sesuai dengan kebijakan pemerintah yang telah tertuang dalam
undang-undang. Namun tetap perlu diwaspadai bahwa masih banyak kendala yang
akan dihadapi.
Selain faktor ekonomi, belum adanya strategi
nasional sebagai acuan dalam menyusun strategi pertahanan jelas menjadi masalah
dalam penyusunan strategi dan taktik operasi di masing-masing angkatan.
Akibatnya, keandalan TNI secara operasional menjadi dipertanyakan, seperti
apakah kekuatan dan kemampuan TNI yang diinginkan, bagaimanakah strategi
pertahanan yang akan diterapkan apabila Indonesia mendapatkan serangan militer
dari negara lain. Lalu apa yang harus dilakukan oleh ketiga matra TNI, apakah
strategi dan taktik yang dimiliki oleh ketiga angkatan sudah saling menunjang
satu sama lainnya? Semua pertanyaan itu masih menimbulkan tanda tanya besar
karena hingga kini berbagai pihak terkait masih cenderung berjalan
sendiri-sendiri, seperti program pengadaan alat utama sistem senjata
(Alutsista) yang masih dapat dikatakan belum berorientasi pada pelaksanaan
operasi gabungan TNI.
Pada level strategi, permasalahan dapat
dilihat pada dokumen strategi yang disusun oleh masing-masing angkatan. Di
lingkup TNI AL misalnya, telah disusun Strategi Pertahanan Laut Nusantara
(SPLN) yang kemudian disempurnakan menjadi Strategi Pertahanan Maritim
Indonesia (SPMI). Dalam keduanya dinyatakan bahwa operasi tempur yang
dilaksanakan oleh TNI AL akan membutuhkan dukungan dari TNI AU, namun apakah
TNI AU juga sudah mengadopsi SPLN ataupun SPMI kedalam strategi yang
diterapkannya? Kata kuncinya adalah dibutuhkan kesepahaman dan kesepakatan di
dalam tubuh TNI terhadap bentuk strategi pertahanan, karena belum terciptanya
hal demikian membuat program pembangunan kekuatan angkatan yang terkesan
berjalan secara sendiri-sendiri merupakan kewajaran.
Sementara di tingkat operasi, permasalahan
dapat dilihat pada aplikasi operasi gabungan TNI, misalnya pelaksanaan Operasi
Amfibi (Opsfib). Sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang berlaku, pada saat
melaksanakan Opsfib proyeksi kekuatan dari laut ke darat dapat dilaksanakan
dengan dua cara, yaitu Gerakan Kapal Ke pantai (GKK) Lintas Permukaan dan GKK
Lintas Heli. Dengan kondisi pantai di wilayah Nusantara yang demikian beragam,
tidak semuanya sesuai untuk melaksanakan GKK Lintas Permukaan, sehingga kemampuan
untuk melaksanakan GKK Lintas Heli juga perlu untuk diperhatikan.
Namun hingga kini kemampuan tersebut masih
belum dapat diandalkan, hal ini diketahui karena TNI AL belum memiliki platform
pengangkut heli dalam jumlah yang memadai sesuai dengan spesifikasi yang
dibutuhkan, jenis heli yang sesuaipun masih perlu dipertanyakan. Masalah lain
adalah, tidak semua kapal angkut jenis landing ship tank (LST) yang dimiliki
oleh TNI AL dapat mengangkut kendaraan tempur (tank) yang dimiliki oleh Korps
Marinir maupun TNI AD. Semua ini terjadi karena dalam proses pengadaan
alutsista belum berorientasi pada satu strategi pertahanan negara yang
disepakati, sehingga wajar apabila banyak ditemui permasalahan dalam aplikasi
tingkat operasi di lapangan.
Dengan memperhatikan contoh-contoh tersebut,
perlu disadari bersama bahwa tugas bangsa ini masih sangat banyak. Bahkan
sebagai generasi penerus kita juga harus menyadari bahwa ini akan menjadi tugas
berat bagi kita semua, generasi muda yang terdiri dari berbagai golongan, baik
militer maupun non militer. Kita harus mulai meninggalkan ego sektoral yang
selama ini telah menjadi kebiasaan yang membudaya, dan beralih untuk
membiasakan budaya kerja yang terkoordinasi dan terintegrasi.
Sebagai bangsa, Indonesia masih memerlukan
strategi nasional yang akan membimbing mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Adapun TNI sebagai komponen utama pertahanan, memerlukan acuan yang dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas pokoknya. Oleh karena itu,
pemerintah perlu didorong untuk segera menyusun suatu strategi nasional yang
menjadi kesepakatan semua komponen bangsa, yang oleh Departemen Pertahanan
(bekerjasama dengan TNI) akan diterjemahkan menjadi suatu strategi pertahanan
yang disesuaikan dengan kondisi geografis negara dengan melibatkan segenap
instrumen kekuatan nasional. Sehingga pada gilirannya nanti, masing-masing
angkatan akan dapat menjadikan strategi pertahanan tersebut sebagai pedoman
dalam melaksanakan pembangunan kekuatan dan penyusunan doktrin pelaksanaan
tugas-tugas di lapangan. Tentunya dengan tetap mengingat bahwa semua ini hanya
akan dapat terwujud apabila aspek lainnya seperti politik, hubungan luar negeri
maupun ekonomi juga berjalan secara terpadu
Izin sedot buat tugas ya gan, makasih banyak. :)
BalasHapusTerima kasih, sangat membantu...
BalasHapusizin copyright, hehehe